Sabtu, 03 Mei 2014

Catper Gunung Ciremai, 30 Juni – 1 Juli 2013



Ciremai oh Ciremai..
 
Bahkan ya, sampe sekarang gw masih ga percaya bahwa gw udah pernah ke gunung Ciremai. Selama ini (sebelum pendakian), Ciremai merupakan gunung yang gw hindari. Waktu gw SMA, klo ada ajakan nanjak ke gunung” di Jawa Barat, pasti gw iyain. Mulut gw enteng banget bilang,”Ayo.” Kecuali Ciremai ini. Mau tau kenapa? Oke gw ceritain.

Dulu gw pernah baca di majalah wanita, entah kartini atau femina atau sebangsanya lah, gw lupa, tentang kisah tragis seorang perempuan yang nanjak ke Ciremai. Dia pergi rame” sama temennya. Ber8 klo ga salah. Karena tergolong medan baru buat tim mereka (cuma 1 orang yang udah pernah ke Ciremai), terlebih anggota tim ada yang pendaki pemula, mereka pakai seorang pemandu sekaligus ranger setempat. Nah, si cewek ini termasuk yang pemula. Di tengah pendakian, kaki ni cewek terkilir dan sulit untuk melanjutkan perjalanan. Karena ga mau bikin temen”nya ga jadi muncak karena dia, dia pun merelakan temen”nya melanjutkan perjalanan ke puncak, sedang dia sendiri tetap di sana, mendirikan tenda dan hanya ditemani ranger mereka! Menurut gw, inilah letak kesalahannya. Temen”nya parah!! Bagaimana bisa mereka meninggalkan temen mereka sendiri bersama orang asing???!! #@*%

Besok sorenya, tim nih cewek udah balik lagi habis dari puncak dengan euforianya. Hzz.. Setelah berberes, mereka pun turun. Diperjalanan turun ini, terdapat 2 jalur yang membuat mereka bingung. Teman mereka yang pernah kesana memilih salah 1 jalur, tapi ranger mereka memilih jalur lainnya. Masing” merasa yakin dengan jalur yang dipilih sehingga tim pun bingung. Tim akhirnya memilih ikut jalur yang dipilih teman mereka, yang membuat ranger tersinggung. Ranger lantas langsung meminta si cewek untuk ikut jalur yang dia pilih, tetapi ditolak. Bagai kesurupan, ranger langsung menarik dengan kasar tangan si cewek yang menyebabkan anggota tim langsung membela ni cewek dan suasana memanas. Gelap mata, ranger menjadi berangasan dan memukuli siapapun anggota tim yang berani menarik ni cewek dari dia. Entah bagaimana mereka yang jumlahnya lebih banyak ga bisa menghadapi ni ranger. Naasnya, saat itu tidak ada pendaki lain yang naik ataupun turun melewati mereka. Merasa terancam, mereka pun memilih lari meninggalkan ni cewek dan si ranger!! …………………………….

Si cewek langsung ketakutan mendapati dia ditinggal bersama si ranger yang perangainya berubah menjadi kasar dari sebelumnya. Si ranger langsung dengan sadis menjambak rambut si cewek dan MENCONGKEL KEDUA MATANYA hingga benar” lepas!! Si cewek serta merta langsung merasa kesakitan dan menjerit”. Namun tidak berhenti sampai di situ, si ranger lantas menanggalkan pakaian ni cewek dan menyeretnya. Dalam keadaan tanpa pakaian sehelai pun, dengan kondisi mata yang telah tiada dan diseret, dimana ranting”, batu, dan apapun yang ada di tanah langsung mengenai kulitnya, si cewek ini pun pingsan.

Ia terbangun ketika sudah berada di rumah sakit. Ternyata teman”nya, sesampainya di perumahan warga, langsung melaporkan kejadian tersebut dan meminta bantuan. Ketika ditemukan, si cewek berada dalam kondisi yang sangat mengenaskan. Beberapa warga mencoba mencari bola mata si cewek namun tidak ditemukan. Si ranger pun sudah ditangkap. Tragis, si cewek menjadi buta selamanya.

Di majalah itu diperlihatkan foto si cewek dan gunung Ciremai, tanpa memperlihatkan tampang si pelaku. Jujur sehabis gw baca artikel itu, gw ketakutan dan ga habis pikir. Apa yang menyebabkan si ranger menjadi berang dan sedemikian sadis? Yang jelas sejak itu gw jadi menghindari ajakan ke Ciremai. Telebih cowok gw saat itu juga melarang keras gw ke Ciremai karena temennya luka parah sehabis dari Ciremai, yang katanya sih kena badai.

Cerita menakutkan tentang Ciremai ga berhenti sampai di situ. Waktu gw kuliah, ngobrol” di Takor, Lendi cerita tentang pengalaman temennya ke Ciremai. Waktu itu gw sama Lendi emang lagi nyusun rencana nanjak yang akhirnya ke Cikuray (baca postingan gw yang judulnya ‘Catper Gunung Cikuray …’). Gw yang saat itu Alhamdulillah belum pernah ngalamin kejadian horror di gunung, cuma bisa bengong denger cerita Lendi. Jadi temennya Lendi waktu ke Ciremai, tendanya disenderin sama pocong donk, dengan bentuk khasnya itu. Lendi saat itu bilang, “klo Ciremai, nanti dulu deh” yang langsung gw timpalin, “iya Len, gw juga belum siap mental ke sana. Masih banyak gunung lain.” Hahhaha

Itulah cerita tentang Ciremai yang membuat gw semakin menghindarinya. Tapi entah kenapa, di pertengahan Juni 2013, muncul keinginan untuk pergi ke CIremai. Diawali sama gagalnya rencana ke Pangrango yang saat itu ga dapat kuota. Gw sama Opik aka Muhamat Taufik pun memutuskan ganti gunung. Dan meluncurlah usulan Ciremai dari mulut gw. Ga sih, dari jari, soalnya waktu itu ngbahasnya via wa. Hehhehe. Dan Opik pun mengiyakan. Asal kalian tau, pendakian ke Ciremai adalah pendakian ternekat gw. Kenapa gw bilang nekat adalah selain karena Ciremai selama ini merupakan gunung yang gw hindari, gw juga melakukan pendakian ini cuma berdua. Yup, sama Opik. Belum berhenti sampai di situ, sebagaimana pendakian yang cuma berdua (karena ideal pendakian minimal adalah 3 orang), harus dilakukan dengan teman perjalanan yang solid. Dan Opik bukan orang yang worth untuk itu. Kenapa? Kalian akan ngeri baca jawaban gw. Karena gw sama Opik baru ketemu 1x pas trip ke Ujung Genteng yang notabene adalah pantai yang bisa dikunjungi naik mobil, naik kendaraan. Beda jauh sama naik gunung yang harus jalan kaki, masuk hutan, dan jauh dari peradaban. Sampai sekarang klo ditanya kenapa berani, gw pun ga bisa jawab. Gw cuma ngikutin feeling aja dan stay positive. Rencana perjalanan pun dibahas via wa, ga face to face. Kita memilih jalur pendakian Apuy di Majalengka. Dan akhirnya hari H pun tiba.

Gw sama Opik janjian ketemu di kampung Rambutan hari Sabtu, 29 Juni 2013 jam 9 malam. Tapi gw nyampe di tekape jam 10. Macet (klise ya alasan gw, tapi beneran ko :D ). Setelah masukin carrier ke bagasi bus, kita pun naik. Tapi bus udah penuh, alhasil kita ngampar di lantai deket supir. Karena ngampar ini, jadi susah nyender yang berimbas jadi tidur tidur ayam alias ga bisa tidur. Yasuwlah ya. 


Hari ke 1, 30 Juni 2013

Setelah nyambung elf dan ojek, kita sampai juga di mesjid dekat pos registrasi Majalengka. Di depan mesjid, terdapat kantor kepala desa yang boleh dan biasa digunakan pendaki untuk beristirahat sejenak sebelum atau sesudah pendakian. Dan memang, di sana telah terdapat 1 rombongan pendaki dari UI. Dan rombongan ini akhirnya berangkat duluan karena mereka udah melakukan registrasi malam sebelumnya, sedangkan gw dan Opik baru mau registrasi. Selesainya, sekitar jam7 lewat, nanjak ke Ciremai pun dimulai.

Setelah melewati pos 2, gw mulai merasa lain. Badan gw mulai menolak instruksi yang diberikan otak gw. Gw mencoba stay positive. Gw pikir mungkin karena kecapean aja, berhubung gw udah 2 taun kga nanjak. Akhirnya gw minta break makan siang sama Opik. Opik oke” aja. Beruntungnya gw, Opik ini sabar nian.

Dengan makan, gw berharap tenaga gw bisa fully charged. Tapi ternyata ga juga. Macam ga ada ngaruhnya, bahkan makin kacau. Ga seperti biasanya gw. Gw mulai sadar ada yang ga beres. Gw berulang kali coba nghipnotis diri sendiri untuk lawan apapun yang membuat gw lemah. Kita lanjutin perjalanan dan jalan gw udah sangat melambat.

Menjelang jam 5 sore, hampir 10 jam pendakian, kita belum nyampe juga di goa walet, tempat tujuan ngcamp. Tapi udah nglewatin pos 5. Pas kita lagi jalan itu, ada pendaki yang teriak dari seberang, yang dibatasi sama jurang, ke arah kita
“Mas, tau goa walet di mana ga?”
“lah jadi dari tadi belum ketemu?” (Opik balik nanya)
“belum, Mas”
“udah ngelewatin jalur palutungan-apuy belum? Nglewatin itu dulu sih”
Buseh. Sembunyi di mana tuh goa walet (yakale). Lanjut jalan. Gw yang sadar bahwa gw makin drop, bilang ke Opik,
”Pik, gw udah kacau ni. Nti klo di depan kita ngliat lahan agak datar, kita ngcamp di situ aja ya?”
“Gitu? Yaudah. Lo tunggu aja di sini, istirahat. Biar gw ke atas nyari tempat. Nti gw jemput”
“Yaudah lo dluan, tapi gw tetep jalan ko"
Dan opik pun jalan duluan ke atas. Ga nyampe 10 menit, Opik udah balik lagi bawa kabar melegakan. “Ada ra, deket ko. Tu gw udah naro carrier di sono. Udeh lo makan dlu nih (sambil nyodorin oreo), gw solat dlu ya.” Selesainya, Opik langsung ngambil alih carrier gw dan kita jalan lagi. Dan emang deket. Dan tempat itu bener” cuma muat 1 tenda. Yasuw langsung deh kita diriin tenda. Abis itu gw langsung minta ijin mo ganti baju, dan Opik pun nungguin dari luar tenda.

Di luar udah mulai gelap. Kita pun mulai masak. Bikin susu jahe dan masak sosis. Bahkan sehabis ganti baju, nyemil, dan minum anget pun, gw ga merasa kondisi gw membaik. Badan gw kayak bukan badan gw. Gw merasa asing sama badan gw sendiri. Kalian akan sulit percaya sama apa yang gw rasain saat itu. Untuk pertama kalinya, gw takut kesurupan. Kenapa gw mikir gitu? Karena gw ngerasa otak gw bener” diserang, banyak dapat tekanan, dan kendali otak atas badan gw melemah. Jujur, gw takut kalah. Otak gw bener” harus menginstruksi dengan keras badan gw agar nurut. Gw ga boleh kalah sama keadaan sekitar. Ini badan gw, dan sudah seharusnya dia bersinergi sama otak gw, bukan sama yang lain.

Dan beruntungnya gw, Opik bener” temen jalan yang solid abis!! Sambil menunggu nasi matang, gw minta ijin tidur. Opik sempet nglarang karena gw belum makan. Gw bilang bangunin gw aja nanti. Karena kasian ngliat keadaan gw, tu anak jadi ga tega. Dipersilakan deh gw tidur. Maaf ya Pik.. Lo baik banget sii.. :D Sebelum tidur itu, gw inget banget sehabis baca doa, gw bilang ke diri gw sendiri di dalam hati,”tetap di sini.” Dan gw pun tertidur.

Gw dibangunin Opik jam 8. Disuru makan. Opik juga nyuru gw untuk pipis, jangan ditahan” karena nahan pipis itu bisa bkin jadi tambah kedinginan. Gw pun nanya, tadi tekapenya dia dimana. Dia bilang deket tenda aja, ga usah jauh”. Jujur ya, saat itu gw takuuutt mo keluar, gelap” sendirian, walopun deket tenda. Sebelumnya mah gw asik” aja sendirian gelap”. Tapi kali ini,, huhuhuuu.. :s Tapi gw harus ngadepin ketakutan gw. Keluar tenda deh. Pas keluar,, waa gelap bangeet! Pengen masuk lagi aja. Tapi ga boleh. Ngelangkah, coba tetap tenang, matiin headlamp, daaann,, oke, selesai. Masuk lagi ke tenda. Sekarang giliran Opik yang minta ijin untuk tidur, dan gantian gw yang nglarang dia dengan alasan, dia belum makan, padahal makanannya udah selesai dia masak. Opik bilang dia ngantuk banget. Gw pun ngbujuk” Opik, pake acara nyuapin segala. Tapi cuma 1 suap. Opik kayaknya beneran udah ngantuk berat. Sambil mandang tu makanan, gw bilang,”klo gitu gw juga tidur aja deh. Makannya besok aja.” “Yah, jangan gitu Ra. Yaudah gw temenin lo makan. Tapi gw ga ikut makan ya.” Dan gw pun makan. Hehehe.

Selesai makan, kita siap” tidur. Dan gw menggigil kedinginan. Padahal udah ganti baju semuanya, pake inner, jaket, dan masuk sleeping bag, plus udah makan dan kencing pula, tapi gw masih menggigil. Aneh. Opik sampe keheranan dan nanya,
”lo kedinginan banget, Ra?”
“iya, Pik”
“mo gw peluk?”

Denger pertanyaan Opik ini, gw langsung ketawa dan bilang,
”jangan macem-macem lo”
“yee, beneran gw”
“ogah”
“yaudah”
“Pik, gw mo ngomong sama lo, tapi lo jangan jadi takut ya”
“apaan?”
“gw ngerasa ini kayak bukan badan gw”
“ah, lo ngomongnya jangan nakutin gitu Ra”
Diem…
“udah, ni lo pake sleeping bag gw juga gih” (sambil nyelimutin gw pake sleeping bagnya)
“udah ga usa Pik. Tenang aja sih” (sambil nyodorin balik tu sleeping bag)
“lo ngomongnya begitu” (tetap nyelimutin gw) “klo ujan, jadi angetan ni Ra”
“pala lo”
“yee, lo dkasi taunya”
Dan Opik macam pawang kemarau, beberapa menit kemudian beneran turun hujan. Langsung sadar belum bikin got. Kebiasaan. :D Opik langsung ngluarin sekop dan bikin got. Gw yang tau diri bahwa gw udah tidur dan makan, sedangkan Opik belom, langsung ngambil alih sekop di tangan Opik. Selesai. Kita pun kembali bersiap tidur. Ujan mulai mereda. Baik gw dan Opik udah dalam posisi siap tidur sampai akhirnya kita mendengar bunyi,”sreng,, sreng,, sreng,,” persis suara pisau atau pedang yang lagi di asah. Kita juga ngedenger suara,”sruk,, sruk,, sruk” macam orang ngegali. Persis dengan suara yang gw hasilkan saat gw bkin got tadi, tapi suaranya lebih jelas. Tu suara bergantian, berulang kali. Dan sumber suara berasal dari arah kepala kita, yang notabene bukan trek, lebih tepatnya, deketan sama tempat gw buang air. Deg,, raut muka gw langsung menegang.
“suara apa tu, Ra?”
“udah lo diem aja”
“itu suara apa, Ra?”
“udah lo diem aja, jangan dibahas” (sambil mukul lengan Opik dan ngomong setengah berbisik)
Gw mulai ketakutan. Mana Opik bener” pelor. Nobita abis. Doi tidur dengan cepat, plus ngorok. Dan suara itu perlahan hilang berganti sama suara ngoroknya Opik. Sebagai info, gw ga bisa banget tidur dengan suara ngorok. Waktu gw ke Sawarna, adeknya temen gw ngorok yang berimbas pada gw beneran ga tidur semaleman itu. Oke, balik ke cerita. Dengan pasrah gw pandangin Opik yang asik ngorok. Dan di sinilah apesnya gw dimulai.

Saat gw liat Opik itu (gw tidurnya miring ke kanan, ke arah Opik. Opik tidurnya telentang), dari tenda, gw ngliat seperti kabut yang solid, warna putih, layaknya casper, menggumpal melayang gitu, dan berpindah! Selumrahnya mata, klo ngliat sesuatu yang ‘baru’ pasti awalnya akan ngikutin dlu, istilahnya sekarang sih, kepo. Dan itulah yang dilakukan mata gw. Ketika tu casper berbelok dengan halusnya dari arah sisi Opik ke arah kepala kita, otak gw langsung mengirimkan perintah untuk jangan lihat itu! Gw langsung menyadari kesalahan gw dan langsung merem. Jantung gw berdetak super cepat dan tangan gw meraih lengan kiri baju Opik, walopun Opik udah tidur. Cuma untuk meyakinkan diri gw bahwa gw ga sendirian berada di situ.

Gw bener” ketakutan. Gw yakin itu bukan manusia, karena klo manusia, selain akan ada suara langkahnya, munculnya pun ga dari situ. Karena trek itu ada di arah kaki kita. Sedangkan ni casper, muncul begitu saja dari sisi Opik dan berbelok ke arah kepala kita yang sama” bukan trek, dan ngegetok tenda! Tau dari mana digetok dan bukan hasil kena angin? Dulu waktu ke gunung Gede, di surya kencana, tenda gw pernah digetok sama yang jualan nasi uduk untuk nawarin dagangannya. Jadi gw tau bedanya tenda yang emang digetok sama yang kena angin. Dan memang ga ada angin bertiup saat itu. Jadilah gw makin ketakutan. Dan asemnya, Opik masih pules tidur, ketauan dari suara ngoroknya yang masih eksis. Sampai akhirnya gw mikir, jangan” tenda digetok karena “dia” terganggu sama suara merdunya Opik lagi.. Sempet terpikir sama gw untuk bangunin Opik dan nyuruh dia diem, sampai akhirnya gw mikir lagi, lebih baik biarin aja, dengan harapan tu makhluk ngirain kita berdua udah tidur dan ga terganggu dengan getokannya. Lagipula daripada suaranya Opik berganti sama suara ngasah pisau dan ngegali tadi, mending gw denger suaranya Opik! Saat gw mikir itu, tenda digetok lagi ditempat yang sama, dari arah belakang gw. Yak, gw pilih keputusan yang kedua. Gw abaikan itu semua. Selebihnya gw ngerasa dia balik ke sisi Opik lewat arah kepala kita. Klo yang ini lebih ke feeling gw aja sih, karena gw ga ngeliat lagi. Gw ga berani melek. Sampai akhirnya gw beneran tertidur. Alhamdulillah.
tenda tempat kita ngcamp


Hari ke 2, 1 Juli 2013

“Ra, bangun Ra. Ayo ke puncak”
Gw denger suara Opik yang ngbangunin gw. Tapi gw ga bergeming. Sampai akhirnya,,
“wuiiihh,, awaan. Bagus juga ngcamp di sini, tempatnya keren”
Denger Opik ngomong gitu, gw langsung melek dan bangun. Dan Opik emang bener, tanpa keluar tenda, kita bisa ngliat awan yang berada di bawah kita. Cantiknyaaa :D Selanjutnya kita sarapan dlu sebelum ke puncak. Opik masih aja belum mau makan. Gila ni anak, lagi diet ye? Opik bilang dia sarapannya di puncak aja. Yasuw, jalan dah. Kita summit dengan ninggalin barang” di tenda.

pemandangan dari tempat ngcamp. Bayangan puncak Ciremai tercetak di awan

Ga lama setelah kita jalan, kita ketemu juga sama tempat pertemuan jalur Apuy dengan jalur Palutungan. Dan di depan kemudian ketemu pos selanjutnya, tempat awal kita mo ngcamp, goa walet. Sebenernya deket, tapi gw ga nyesel, malah seneng kita ga jadi ngcamp di goa walet. Goa walet letaknya dibawah dan dikelilingi tebing, jadi pemandangannya terbatas. Mendekati puncak, kita melihat in memoriam atas nama Nurdiyanto. Yang jikalau kalian googling namanya, akan mendapati berita tragis akan kematiannya.. Berjalan hampir sejam dari camp, akhirnya pas jam 8, kita nyampe juga di puncak.

Mo nangis rasanya pas nyampe di puncak. Terharu. Bagus banget dan ga nyangka!! Terima kasih Allah,, mengijinkan hamba berada di sini. T-T Bersama teman yang solid dan super sabar, Opik. Makasih Opik :) Cuaca hari itu cerah banget. Gw dan Opik sama” terpesona dengan pemandangan yang ada. Kita senyum lebar” dah. Mana di puncak itu sepi, cuma ada kita berdua doank. Serasa puncak milik berdua. Hahhaha :D Dan puncak Ciremai benar” memiliki kecantikan yang luar biasa.  Kita bisa ngiterin puncaknya untuk ngliat pemandangan sekitar Ciremai yang terletak di tiga kabupaten secara membulat. Jujur, sampai saat ini, Ciremai masih menjadi gunung tercantik yang pernah gw sambangi. :D




cuacanya ceraaahh :D

Lagi asik menikmati puncak, di bibir kawah, Opik tiba” ngomong,
“aneh banget ya suara semalem. Udah mana sekop di taro di luar lagi”
“seriusan lo sekop ditaro di luar?”
“lah kan lo yang naro abis bkin got”
(kaget!) “iya ya? Jangan-jangan yang dipake emang sekop lo lagi?”
Senyap…

Skip. Kita ga mau ngbahas itu. Nanti aja klo udah turun. Hahaha. Nah, lagi asik duduk”, Opik ngomong lagi,
“eh Ra, itu siapa ya yang bkin lafadz Allah di situ?” (sambil nunjuk ke arah kawah)
(nengok) “ah, beda ah. Mirip-mirip aja itu” (mata gw emang rabun minus 1 sih)
“yee,, ga percaya. Mana sini kamera lo. Gw potoin”
Dan difotolah sama Opik. Hasil fotonya di zoom sampe mentok trus ditunjukkin ke gw. Dan benar! Dengan jelas gw bisa ngliat lafadz Allah, lengkap dengan tasydidnya. Bengong,,, gw langsung bilang,
“wah, bukan manusia tuh yang bikin. Gila kali turun ke ni kawah. Trus rapi banget lagi ni bikinnya, awet pula” (langsung heboh)
“ga tau lah Ra. Mantep ya”
Gw benar” terpana. Takjub. Berulang kali gw pandang tu tulisan *matabelo. Gw ga tau apakah pendaki yang lewat jalur linggarjati bisa ngeliat lafadz Allah ini atau ga karena klo lewat linggarjati, munculnya di puncak sebelah sana (seberang gw). Sebelum nanjak, gw udah baca” blog orang tentang pendakian ke Ciremai, dan ga ada satupun yang menceritakan keberadaan lafadz Allah ini, yang membuat gw semakin terpesona akan Ciremai. :)

 kawah di puncak Ciremai. liat tanda panah merah, di situ terdapat lafadz Allah
jika di zoom dan diputar 180 derajat, jadinya begini


Di puncak itu Opik memperlihatkan sisi manusianya, yaitu LAPAR. Akhirnya,, setelah semalem ga makan, tadi pagi juga ga makan, ni anak makan juga. Membuat gw yakin bahwa gw jalan sama manusia, bukan robot. Hehhehe. Setelah sejam berduaan dengan syahdu menikmati puncak Ciremai (halah, wakakak), pas jam 9 kita pun turun kembali ke camp.

Sesampainya di camp, Opik lanjut masak. Wuih, masih laper doi. Dan begitu makanannya jadi, gw pun tergoda. Ga mau kalah sama Opik, gw ikutan makan dengan lahap. (dasar gw, giliran makannya aja ngikut, masaknya kga :p ). Usai makan, kita pun bsiap turun. Kita turun sekitar jam setengah 12. Tadinya Opik ngajakin turun lewat jalur yang beda, jalur Palutungan. Alasannya, biar ngrasain jalur Palutungan juga. Tapi melihat kondisi gw yang ga meyakinkan, akhirnya kita tetap lewat jalur Apuy. Hihihi.

Oia, Ciremai ini adalah satu”nya gunung yang gw banyak banget ngliat sampah botol minuman yang isinya air urine alias air kencing. Jadi, mitos di Ciremai adalah jangan buang air di tanah Ciremai. Terserah lah ya klo para pendaki ingin mengikuti mitos tersebut, dengan ga mengencingi tanah Ciremai, gw ngerti. Tapi botolmya dibawa turun lagi laaahh. Botol minuman itu kan bukan sampah organik. Klo ditinggal gitu jadi ngrusak alam dan pemandangan mata. Mending langsung aja kencing di tanah. Baca doa jangan lupa, dan niatnya bukan untuk nantangin.

Di perjalanan turun, tetap aja gw jalannya lama. Pas di pos 1, kita ketemu sama warga setempat yang mau melakukan ziarah di puncak. Bukan muda-mudi yang kita temui, tapi kakek nenek. Orang” paruh baya. Dan mereka kebanyakan ke atas pake sandal jepit. Ada pula yang nyeker. Salah satu warga yang kita kenal, Pak Junet (klo ga salah inget. Kemarin, pas kita mo naik, udah ketemu sama beliau juga soalnya di pos 1 juga) bilang setiap tanggal 1 disetiap bulan, mereka memang selalu ziarah ke puncak. Berdoa di sana. Bengong.. Oia, gw juga nanya tentang keberadaan lafadz Allah di kawah dan Pak Junet bilang lafadz itu dibikin sama anak SMA, tapi lupa tahun berapanya. Tambah bengong.... Beberapa menit kemudian Pak Junet dan para warga pamit ke kita untuk melanjutkan perjalanan ke puncak. Dan gw memandang keberangkatan rombongan mereka dengan mulut menganga.. Zuper zekali!!

Lanjut jalan. Dan karena jalan gw yang lambret itu, kita nyampe kembali di mesjid menjelang magrib. Mana pake acara nyasar di ladang dulu lagi gara” gw. Tes jaluur. Hehehe. Abis magrib, kita kembali naik truk sayur sampai pasar Maja dengan ongkos 7ribu. Dengan pertimbangan jika tetap pulang ke Jakarta hari itu juga, bakal nyampenya dini hari, jam1 jam2, ogah banget. Akhirnya gw nempelin Opik nebeng tidur di kosan temennya di Jatinangor. Gw baru nyampe rumah besok siangnya. Perjalanan ke Ciremai pun selesai. Alhamdulillah. :D

So much thanks to Opik. Aaahh, gila lo Pik. Untung banget gw nanjak ke Ciremai ini sama lo. Makasi yak udah jadi tim solid gw, sabar dan tetap tenang ngadepin gw, padahal terhitung baru kenal. Luar biassa!! :D

2 komentar:

  1. merinding pas baca cerita didatengi makhluk astralnya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Banget bro
      Malah pas masih 'sebatas' suara, opik mau buka pintu tenda, mau ngecek itu suara apaan krn suaranya deket banget
      Untung g dilakuin :D
      Klo dia cari tuh sumber suara pasti dia dikasih penampakan bakalan
      Klo dia ngdown bisa berabe :))
      Thanks udah mampir bro :)

      Hapus